Bulan: Februari 2024

Seperti apa Rasanya Kuliah di Korea Utara

Seperti apa Rasanya Kuliah di Korea Utara

Seperti apa Rasanya Kuliah di Korea Utara

Tidak banyak yang tahu tentang pendidikan di kampus Korea Utara karena minimnya informasi yang tersebar keluar.Sistem pendidikan di negara di bawah pimpinan Kim Jong-un ini pun menarik sejumlah peneliti, salah satunya dari Times Higher Education (THE).

Tim Times Higher Education berhasil mengumpulkan narasumber dari mahasiswa yang berhasil meninggalkan negaranya yakni, Park Ji-hyun dan Sigley.

Tertutupnya informasi seputar Korea Utara di mata pihak luar menimbulkan asumsi-asumsi tentang pendidikan yang berlaku di sana. Lantas, seperti apa pengalaman Ji-hyun dan Sigley selama mengenyam studi di Korea Utara? Rasanya Kuliah di Korea Utara berikut sistemnya

Kurikulum Berpusat pada Keluarga Kim

Park Ji-hyun menamatkan pendidikannya selama 4 tahun di sebuah universitas pertanian di Hamgyong Utara pada pertengahan 1980-an. Saat ini, Ji-hyun memilih meninggalkan Korea Utara dan bermukim di Inggris.

Tidak jauh berbeda dengan pendidikan di negara lain, selama mengenyam pendidikan di sana, Ji-hyun dan mahasiswa lainnya selalu mendapat banyak tugas. Meski demikian, mereka juga mendapatkan mata kuliah wajib tentang politik yang berfokus pada keluarga Kim atau pimpinan negara Korea Utara.

“Tugas-tugas jadi sulit. Karena bukan hanya satu mata kuliah, tetapi (perlu pelajari) sejarah Kim Il-sung (juga),” cerita Ji-hyun.

Untuk di ketahui, Kim Il-sung adalah kakek dari pemimpin Korea Utara saat ini. Ia memimpin Republik Rakyat Demokratik Korea secara resmi sejak tahun 1948 hingga wafatnya pada tahun 1994. Putranya, Kim Jong-il, sekaligus ayah dari Kim Jong-un, kemudian melanjutkan dinasti pemerintahan.

Tidak hanya dibebankan kewajiban untuk memahami sejarah keluarga Kim, Ji-hyun dan 30 teman kelas lainnya akan menerima sesi mendengar ‘ceramah’ politik di kampus dengan pengajar yang berbeda-beda dalam satu sesi. “Waktu kami di curahkan untuk mempelajari apa yang mungkin di anggap oleh akademisi luar sebagai propaganda politik,” katanya.

Baca juga: Universitas Asal China Tandatangani MoU dengan UMJ

Ada Gap Pengetahuan dengan Negara Lain

Sudah menjadi informasi umum bagi negara Korea Utara yang membatasi informasi dari dalam ke luar maupun informasi dari luar ke dalam. Hal ini juga di rasakan oleh Park Ji-hyun semasa kuliahnya yang mulai merasakan ada gap atau jarak pengetahuan dengan teman-teman seusianya di dunia.

Sebelumnya, gap pengetahuan ini tidak pernah di rasakan Ji-hyun selama berkuliah. Setelah pindah ke Inggris pada 1998, barulah ia menyadari, seakan masih banyak pengetahuan umum yang belum diketahuinya selama ini.

“Aku lulus (pendidikan) tapi seperti tidak mempelajari apa-apa. (Kami) tidak pernah menerima pengetahuan global karena hanya (menerima informasi) dari para pengajar,” kata Ji-hyun.

Di jaga Pengawal-Dilarang Pinjam Buku bagi Warga Asing

Akses bagi warga asing di kampus-kampus Korea Utara masih terbatas. Di laporkan Times Higher Education, hal ini dapat terlihat di Pyongyang University of Science and Technology (PUST) atau satu-satunya kampus yang menjadi bagian minoritas dengan membuka akses bagi warga asing.

Bagi pengajar asing di PUST yang hendak ke ibu kota, wajib di dampingi oleh pengawal khusus dari Korea Utara. Sementara di lingkungan kampus, meski tidak di beri penjagaan pengawal khusus, ada mahasiswa yang ‘bertugas’ untuk mengawasi pengajar asing.

“Kampus juga memastikan bahwa pengajar tidak memperkenalkan konsep apa pun yang mungkin mengganggu rezim,” tulis Times Higher Education.

Tidak Ada Tanya Jawab dalam Presentasi

Sesi tanya jawab dalam presentasi atau konferensi mungkin menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi negara lain. Berbeda bagi Korea Utara, menurut Sigley, konferensi internasional yang diadakan oleh Pyongyang’s Kim Il-sung University (KIS) pun di kontrol dengan ketat.

Setelah presentasi berakhir, peserta konferensi akan terlihat langsung keluar dari aula pertemuan. “Tidak ada diskusi sama sekali. Di Korea Utara, tidak ada celah bagi mereka untuk mengizinkan pertukaran ide (dalam) tingkat intelektual seperti itu,” kata Sigley.

Universitas China Tandatangani MoUac

Universitas Asal China Tandatangani MoU dengan UMJ

8 Universitas Asal China Tandatangani MoU dengan UMJ

Universitas Muhammadiyah Jakarta menjadi tuan rumah penandatanganan MoU antara 13 universitas asal China dan 21 universitas dari Indonesia, 8 di antaranya Universitas China Tandatangani MoU. Universitas asal China yang tergabung dalam Indonesia-China University Alliance (ICUA) tersebut bertujuan mempererat kerja sama internasional, kegiatan ini berlangsung di Auditorium dr. Syafri Guricci, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ, Senin, (15/05/2023).

Remark from Vice Chairman of Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), Mr. Grant Wu dalam sambutannya menyampaikan bahwa terdapat banyak peluang kerja sama di bidang Pendidikan. Oleh karenanya kesempatan ini tidak boleh terlewat begitu saja.

Sebagai salah satu perwakilan dari Universitas China, Speech from China’s University and College Admission System (CUCAS), Jack Sha, menjelaskan untuk mengawali perkuliahan di berbagai Universitas China, mahasiswa internasional dapat mendaftar melalui CUCAS, yaitu portal online penerimaan mahasiswa internasional yang telah bekerja sama dengan lebih dari 300 Universitas top China. Tidak hanya untuk mendaftar perkuliahan, CUCAS juga melayani konsultasi bagi siapa saja yang tertarik berkuliah di China.

Selain itu, Shanghai University juga memiliki beasiswa untuk mahasiswa internasional, juga bekerja sama dengan rumah sakit dan beberapa perusahaan.

Baca juga: Catatan Tentang Kegagalan Perguruan Tinggi

Sekretaris ICUA, Endang Zakaria, M.H.

melakukan kerjasama dengan Universitas Islam di Indonesia bukan hal baru untuk beberapa Universitas di Cina. Mereka (Universitas Cina) memiliki ketertarikan untuk mengenal lebih jauh semua level pendidikan di indonesia, salah satunya Perguruan Tinggi (PT).

Adapun Universitas di China menjangkau semua PT di Indonesia termasuk PT Islam di bawah naungan organisasi Muhammadiyah. Kerja sama yang dapat dihasilkan dari adanya MoU Signing ini berpusat pada bidang pendidikan, sains, dan teknologi.

Hal ini tentu tidak terlepas dari komitmen UMJ untuk terus menjali tali silaturahmi dalam skala internasional. Tujuan dari acara MoU Signing ini adalah peningkatan kerja sama Internasional yang akan berdampak pada pemerolehan akreditasi unggul untuk UMJ.

Tanda Tangan MoU:

Acara penandatanganan MoU berlangsung dalam suasana penuh semangat dan kolaboratif. Pimpinan dari UMJ dan perwakilan dari Universitas China menyatakan tekad bersama untuk memperkuat hubungan akademik, pertukaran, pengetahuan dan pengembangan bersama.

Fokus Kerjasama

 

1. Program Pertukaran Mahasiswa:

MoU ini mencakup program pertukaran mahasiswa, yang memungkinkan mahasiswa dari kedua universitas untuk mengalami kehidupan dan pembelajaran di lingkungan akademik yang berbeda. Hal ini di harapkan dapat meningkatkan pemahaman lintas budaya dan keragaman.

2.Penelitian Bersama:

Universitas China dan UMJ berkomitmen untuk melakukan penelitian bersama dalam bidang-bidang yang relevan dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Kolaborasi penelitian ini di harapkan dapat menghasilkan inovasi dan kontribusi positif bagi masyarakat.

Melalui MoU ini, UMJ dan universitas China memiliki visi bersama untuk menciptakan hubungan yang berkelanjutan.

Tentang Kegagalan Perguruan Tinggi

Catatan Tentang Kegagalan Perguruan Tinggi

Catatan Tentang Kegagalan Perguruan Tinggi

Siapun menganggap bahwa perguruan tinggi akan memberikan sumbangan besar terhadap kehidupan masyarakat. Perguruan tinggi mendidik para mahasiswa agar mampu berpikir kritis, rasional, obyektif, terbuka, dan bertanggung jawab. Kemampuan seperti itu di perlukan sebagai bekal menjalani hidup di masyarakat.

Selain itu, bagi orang pedesaan sekalipun, perguruan tinggi juga di rasakan telah banyak berhasil mengantarkan generasi mudanya untuk melakukan mobilitas vertikal. Tidak sedikit anak petani, bahkan juga petani miskin, atas jasa institusi modern tersebut, menjadi politikus, pengusaha, pejabat pemerintah, tentara, polisi, hakim, jaksa, dan lain-lain. Maka artinya, sumbangan lembaga pendidikan tersebut terhadap kehidupan masyarakat desa luar biasa besarnya.

Catatan keberhasilan tersebut, menjadikan orang desa sedemikian percaya terhadap institusi pendidikan itu. Mereka sanggup membayar berapa saja untuk membiayai anak-anaknya belajar di kota. Akhirnya pendidikan tinggi, bagi masyarakat desa di yakini telah berperan sebagai dewa penolong bagi anak-anaknya yang berkeinginan menjadi pejabat, pegawai pemerintah, pekerja di bank, dan seterusnya.

Akan tetapi di balik keberhasilan itu, juga terdapat orang-orang desa yang justru amat kecewa dari Kegagalan Perguruan anak-anaknya setelah lama belajar di kota. Pada awalnya sedemikian optimis, anaknya akan berhasil. Namun yang di peroleh justru sebaliknya. Dalam kunjungan ke sebuah pesantren di pedesaan, saya di temui oleh seseorang yang mengaku amat kecewa oleh karena telah terlanjur mengirimkan anaknya belajar ke perguruan tinggi.

1. Tantangan Finansial:

Salah satu kegagalan yang sering di hadapi oleh perguruan tinggi adalah masalah finansial. Biaya operasional yang tinggi, terutama dalam hal fasilitas, gaji dosen, dan perkembangan teknologi pendidikan, dapat menjadi hambatan signifikan. Terkadang, kekurangan sumber daya dapat mempengaruhi kualitas pendidikan dan layanan yang di berikan kepada mahasiswa.

Baca juga: Universitas Menara Ilmu Pengetahuan dan Kebijaksanaan

2. Kurangnya Keterlibatan Industri:

Perguruan tinggi di harapkan dapat menciptakan lulusan yang siap untuk dunia kerja. Namun, kurangnya keterlibatan industri dalam proses pembelajaran dapat menghambat mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.

3. Tantangan Teknologi

Meskipun banyak perguruan tinggi menawarkan pendidikan yang berkualitas, kualitas pengajaran dapat bervariasi. Dosen yang tidak terlibat secara aktif, kurangnya pembaruan kurikulum, dan metode pengajaran yang kurang inovatif dapat mempengaruhi pengalaman belajar mahasiswa.

Orang yang menemui saya di maksud mengaku telah menjual apa saja yang di miliki untuk mencukupi kebutuhan anaknya kuliah di kota. Dia mengaku, bahwa semua ternak dan bahkan tanah pertanian sebagai tumpuan hidup keluarganya telah habis di jual untuk membiayai kuliah anaknya. Semula dia berkalkulasi, bahwa semua yang dibayarkan akan kembali tatkala nanti anaknya nanti sukses dan memperoleh pekerjaan.

Akan tetapi, apa yang di bayangkan sedemikian indah itu ternyata tidak terwujud. Setelah selesai kuliah dan di nyatakan lulus, ijazah yang di peroleh oleh anaknya, sekalipun sudah berkirim surat lamaran ke mana-mana, ternyata belum berhasil mendapatkan pekerjaan. Ternak dan kebunnya sudah terjual semuanya, sementara itu anaknya, setelah lama di kota, menjadi tidak terbiasa bertani. Akibatnya, ia menjadi tidak jelas, sebagai pegawai bukan, petani pun juga tidak

Orang dimaksud mengaku, akibat mengirim anaknya belajar ke kota, ia menjadi kehilangan segala-galanya. Baginya, perguruan tinggi bukan mensejahterakan orang, melainkan justru menjadikan orang desa jatuh miskin. Sepengetahuannya, ia tidak sendirian. Beberapa tetangganya juga mengalami hal serupa.

Hal yang memprihatinkan lagi, ia mengaku, kegagalan anaknya mendapatkan pekerjaan, sekalipun telah menghabiskan hampir semua hartanya, tidak terlalu dirisaukan. Justru yang ia gelisahkan adalah, ternyata sepulang dari kota, perilaku anaknya menjadi berubah.

Dahulu, sebelum belajar ke perguruan tinggi, sebagai buah pendidikan pesantren, sikap anaknya kepada orang tua sedemikian tawadhu’, rajin mengaji, selalu shalat berjama’ah, dan lain-lain. Akan tetapi semua kebiasaan berharga itu ternyata menjadi hilang bersamaan dengan hilangnya harta kekayaan yang selama ini dimiliki.