Catatan Tentang Kegagalan Perguruan Tinggi

Tentang Kegagalan Perguruan Tinggi

Catatan Tentang Kegagalan Perguruan Tinggi

Siapun menganggap bahwa perguruan tinggi akan memberikan sumbangan besar terhadap kehidupan masyarakat. Perguruan tinggi mendidik para mahasiswa agar mampu berpikir kritis, rasional, obyektif, terbuka, dan bertanggung jawab. Kemampuan seperti itu di perlukan sebagai bekal menjalani hidup di masyarakat.

Selain itu, bagi orang pedesaan sekalipun, perguruan tinggi juga di rasakan telah banyak berhasil mengantarkan generasi mudanya untuk melakukan mobilitas vertikal. Tidak sedikit anak petani, bahkan juga petani miskin, atas jasa institusi modern tersebut, menjadi politikus, pengusaha, pejabat pemerintah, tentara, polisi, hakim, jaksa, dan lain-lain. Maka artinya, sumbangan lembaga pendidikan tersebut terhadap kehidupan masyarakat desa luar biasa besarnya.

Catatan keberhasilan tersebut, menjadikan orang desa sedemikian percaya terhadap institusi pendidikan itu. Mereka sanggup membayar berapa saja untuk membiayai anak-anaknya belajar di kota. Akhirnya pendidikan tinggi, bagi masyarakat desa di yakini telah berperan sebagai dewa penolong bagi anak-anaknya yang berkeinginan menjadi pejabat, pegawai pemerintah, pekerja di bank, dan seterusnya.

Akan tetapi di balik keberhasilan itu, juga terdapat orang-orang desa yang justru amat kecewa dari Kegagalan Perguruan anak-anaknya setelah lama belajar di kota. Pada awalnya sedemikian optimis, anaknya akan berhasil. Namun yang di peroleh justru sebaliknya. Dalam kunjungan ke sebuah pesantren di pedesaan, saya di temui oleh seseorang yang mengaku amat kecewa oleh karena telah terlanjur mengirimkan anaknya belajar ke perguruan tinggi.

1. Tantangan Finansial:

Salah satu kegagalan yang sering di hadapi oleh perguruan tinggi adalah masalah finansial. Biaya operasional yang tinggi, terutama dalam hal fasilitas, gaji dosen, dan perkembangan teknologi pendidikan, dapat menjadi hambatan signifikan. Terkadang, kekurangan sumber daya dapat mempengaruhi kualitas pendidikan dan layanan yang di berikan kepada mahasiswa.

Baca juga: Universitas Menara Ilmu Pengetahuan dan Kebijaksanaan

2. Kurangnya Keterlibatan Industri:

Perguruan tinggi di harapkan dapat menciptakan lulusan yang siap untuk dunia kerja. Namun, kurangnya keterlibatan industri dalam proses pembelajaran dapat menghambat mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.

3. Tantangan Teknologi

Meskipun banyak perguruan tinggi menawarkan pendidikan yang berkualitas, kualitas pengajaran dapat bervariasi. Dosen yang tidak terlibat secara aktif, kurangnya pembaruan kurikulum, dan metode pengajaran yang kurang inovatif dapat mempengaruhi pengalaman belajar mahasiswa.

Orang yang menemui saya di maksud mengaku telah menjual apa saja yang di miliki untuk mencukupi kebutuhan anaknya kuliah di kota. Dia mengaku, bahwa semua ternak dan bahkan tanah pertanian sebagai tumpuan hidup keluarganya telah habis di jual untuk membiayai kuliah anaknya. Semula dia berkalkulasi, bahwa semua yang dibayarkan akan kembali tatkala nanti anaknya nanti sukses dan memperoleh pekerjaan.

Akan tetapi, apa yang di bayangkan sedemikian indah itu ternyata tidak terwujud. Setelah selesai kuliah dan di nyatakan lulus, ijazah yang di peroleh oleh anaknya, sekalipun sudah berkirim surat lamaran ke mana-mana, ternyata belum berhasil mendapatkan pekerjaan. Ternak dan kebunnya sudah terjual semuanya, sementara itu anaknya, setelah lama di kota, menjadi tidak terbiasa bertani. Akibatnya, ia menjadi tidak jelas, sebagai pegawai bukan, petani pun juga tidak

Orang dimaksud mengaku, akibat mengirim anaknya belajar ke kota, ia menjadi kehilangan segala-galanya. Baginya, perguruan tinggi bukan mensejahterakan orang, melainkan justru menjadikan orang desa jatuh miskin. Sepengetahuannya, ia tidak sendirian. Beberapa tetangganya juga mengalami hal serupa.

Hal yang memprihatinkan lagi, ia mengaku, kegagalan anaknya mendapatkan pekerjaan, sekalipun telah menghabiskan hampir semua hartanya, tidak terlalu dirisaukan. Justru yang ia gelisahkan adalah, ternyata sepulang dari kota, perilaku anaknya menjadi berubah.

Dahulu, sebelum belajar ke perguruan tinggi, sebagai buah pendidikan pesantren, sikap anaknya kepada orang tua sedemikian tawadhu’, rajin mengaji, selalu shalat berjama’ah, dan lain-lain. Akan tetapi semua kebiasaan berharga itu ternyata menjadi hilang bersamaan dengan hilangnya harta kekayaan yang selama ini dimiliki.